Pekerjaan pengudusan dan pembaruan Roh Kudus di dalam manusia berkaitan dan berhubungan dengan pekerjaan hati nurani. Kalau orang beriman ingin dipenuhi Roh Kudus, ingin dikuduskan, ingin hidup sesuai dengan kehendak Allah, ingin sepenuhnya berperilaku menurut Roh, ia tidak bisa tidak mendengarkan suara hati nurani. Kalau kita tidak memberi hati nurani kedudukan yang seharusnya didapat olehnya, kita pasti terjerumus ke dalam kedudukan berperilaku menurut daging. Setia menanggulangi hati nurani adalah langkah pertama usaha menjadi kudus. Berperilaku menurut hati nurani adalah tanda kerohanian yang sejati. Kalau orang beriman yang bersifat daging tidak membiarkan hati nurani bekerja dengan tuntas, dia tidak dapat memasuki alam kerohanian. Meskipun orang lain dan dirinya sendiri mengira sudah rohani, tetapi kerohaniannya tidak mempunyai dasar. Dosa dan segala yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dan tata krama kaum beriman, kalau tidak ditindak menurut suara hati nurani, berarti dasar kerohanian belum tesusun dengan baik, meskipun di atasnya terbangun banyak cita-cita rohani, semuanya akan runtuh.
Pekerjaan hati nurani adalah bersaksi terhadap kita mengenai sudahkah kita tepat baik terhadap Allah maupun terhadap manusia? Sesuaikah semua yang kita kerjakan, pikirkan, dan ucapkan dengan kehendak Allah? Ketika kehidupan seorang Kristen maju, yang dipersaksikan hati nurani sepenuhnya dikuasai oleh Roh Kudus, ketajaman hati nurani lebih maju dari hari ke hari, sehingga bisa lebih padu dengan suara yang diberikan Roh Kudus. Roh Kudus berbicara kepada kaum beriman melalui hati nurani. Teladan Rasul Paulus dapat kita lihat dalam Roma 9:1: “Suara hatiku (hati nuraniku) turut bersaksi dalam Roh Kudus” menunjukkan hal demikian.
Ketika hati nurani kita berkata salah, bagaimanapun juga kita pasti salah. Kalau hati nurani kita sudah menghakimi kita, kita harus segera bertobat, kita tidak bisa menutupinya atau menyuapnya dengan apa pun. 1 Yohanes 3:20 mengatakan “Bilamana hati kita menuduh kita… Allah lebih besar daripada hati kita.” Teguran hati nurani adalah pembicaraannya kepada kita. Kalau kita bersalah, apa yang ditegur hati nurani pasti akan lebih dihakimi oleh Allah. Tingkat kekudusan Allah pasti lebih tinggi dari pada hati nurani kita. Sebab itu, kalau hati nurani berkata kepada kita bahwa kita salah, kita pasti benar-benar salah.
Kalau kita salah, lalu harus bagaimana? Kalau perkaranya belum kita lakukan, lekaslah berhenti; kalau perkaranya sudah dilakukan, harus bertobat, mengakui dosa, mohon darah adi Tuhan mencuci bersih. Yang paling disayangkan, orang beriman hari ini tidak berbuat demikian. Begitu hati nurani menegur, dia berusaha menyuap hati nurani, berkompromi dengan hati nurani, supaya hati nurani tidak mengeluarkan teguran lagi. Dalam keadaan yang demikian, orang beriman lebih mempunyai dua macam cara.
Pertama, memberi alasan kepada hati nurani, dengan alasan menjelaskan penyebab perilakunya. Maksudnya. Maksudnya kalau alasannya bisa diterima, ini pasti sesuai dengan kehendak Allah, hati nurani juga bisa tenang. Akan tetapi, hati nurani sama denga intuisi, tidak beralasan; hati nurani melalui intuisi mengetahui kehendak Allah, apa saja yang bukan dari kehendak Allah akan dihakimi. Dia hanya berbicara mewakili Allah, dia tidak mempedulikan alasan apa pun. Karena yang harus diikuti orang beriman itu bukan alasan, juga bukan berarti semua perkara yang masuk akal boleh dilakukan; tetapi kehendak Allah yang diwahyukan dalam intuisi baru boleh dilakukan. Kapan orang beriman melanggar perasaan intuisi saat itu juga hati nurani bersuara menghakimi. Penjelasan dari alasan meskipun bisa memuaskan pikiran, tetapi tidak bisa memuaskan hati nurani. Kalau apa yang dihakimi oleh hati nurani belum disingkirkan, hati nurani pasti tidak menerima alasan apa pun untuk menghentikan penghakimannya. Pada mulanya hati nurani hanya melakukan kesaksian benar atau salah; ketika hayat rohani orang beriman bertumbuh besar, hati nuraninya tidak saja melakukan kesaksian benar salah, juga mempersaksikan apa yang berasal dari Allah dan apa yang bukan berasal dari Allah. Sebab itu, meskipun banyak perkara menurut pandangan orang baik, tetapi kalau bukan Allah yang mewahyukan demikian, itu hanya orang berimannya saja yang aktif, namun akan dihakimi oleh hati nurani juga.
Kemudian, cara yang kedua yaitu orang beriman melakukan banyak perkara untuk menghibur hati nurani. Di satu pihak, orang beriman ini tidak mau menaati suara hati nurani, tidak mau menuruti petunjuknya untuk mendapatkan perkenan Allah, namun di pihak lain, di takut akan penghakiman hati nurani karena ini akan membuat dia tidak tenang, menyebabkan dia merasa tidak nyaman. Oleh sebab itu, dia berusaha melakukan sesuatu untuk menutupinya. Dia melakukan perkara yang baik untuk menggantikan kehendak Allah. Dia pikir, bukankah pekerjaan yang demikian itu sangat baik? Tetapi kalau diteruskan, tidak peduli bagaimana penilaian orang lain, dari sudut pandang Allah sedikit pun tidak berfaedah dalam kerohanian. Tidak tergantung pada berapa banyak lemaknya, tidak tergantung pada berapa banyak kurbannya, tetapi tergantung berapa banyak ketaatannya kepada Allah. Kalau Allah dalam roh mewahyukan barang-barang itu harus dimusnahkan, tidak peduli seberapa baik motivasinya, semuanya tidak dapat menggerakkan hati Allah. Meskipun ada persembahan yang lebih banyak beberapa kali lipat dari pada permintaan Allah, juga tidak bisa menghentikan suara hati nurani. Hati nurani menghendaki kita taat.
Referensi: Orang yang Paling Lembut; Watchman Nee; Yayasan Perpustakaan Injil.
Trimakasih buat Firman Tuhan yg indah. Saya sangat di berkati.