PENGAMPUNAN DAN PEMULIHAN

Pembacaan Alkitab: Mat. 18:21-35, 15-20; Luk. 17:3-5

Bagaimanakah sikap kita bila ada saudara berbuat salah terhadap kita? Injil Matius mengatakan bahwa pengampunan kita terhadap saudara bukan hanya sampai tujuh kali, me­lainkan tujuh puluh kali tujuh kali. Injil Lukas menga­takan, kalau seorang saudara berbuat dosa terhadap kita tujuh kali sehari, tetapi tujuh kali ia kembali kepada kita dan berkata, ”Aku menyesal,” maka kita harus mengampuni dia. Tak peduli penyesalannya itu sejati atau palsu, asalkan ia berkata demikian, kita harus mengampuni dia. Sejati atau palsu penyesalannya, itu bukan urusan kita, bagaimanapun kita harus meng­ampuni dia.

Kita pun sebenarnya adalah orang yang berhutang kepada Allah. Saking besarnya, kita tidak mungkin mampu melunasi hutang kita itu. Jika di­bandingkan antara hutang kita terhadap Allah dengan dengan hutang orang lain terhadap kita, terlalu besar selisihnya. Jika kita dapat menilai hutang kita secara wajar terhadap Allah, kita pasti akan mengampuni saudara kita dengan lapang dada. Kita perlu menyadari betapa besarnya angka hutang dosa kita terhadap Allah, barulah kita dapat menge­tahui betapa kecilnya hutang orang lain terhadap kita.

Allah mempunyai satu harapan atas diri kita, yaitu siapa saja yang ingin memperoleh kasih karunia, ia harus belajar memberikan kasih karunia kepada orang lain. Kalau yang kita terima itu kasih karunia, maka Allah mengharapkan agar kita pun sudi memberikan kasih karunia kepada orang lain. Tuhan memperlihatkan betapa jahatnya dalam pandangan Allah, kalau sese­orang tak mau mengampuni orang lain. Jika Anda tidak sudi mengampuni saudara Anda, Anda adalah hamba yang jahat. Kita harus tahu, kita memang harus memperlakukan diri sendiri berdasarkan keadilan, tetapi kita harus memperlakukan orang lain berdasarkan kasih karunia. Bila orang yang percaya Tuhan tidak dapat mengampuni saudaranya, berarti ia tidak memperlakukannya menurut kasih karunia, dan ia menjadi orang yang kekurangan kasih karunia di ha­dapan Allah.

Allah menginginkan agar kita menga­sihani orang seperti yang Dia lakukan. Karena itu, kita wajib belajar mengasihani dan mengampuni orang lain. Setiap orang yang telah menerima kasih karunia, setiap orang yang telah diampuni Allah, wajib belajar meng­hapuskan hutang orang, mengampuni orang, menga­sihani orang, dan menaruh kasih karunia terhadap orang lain. Kita harus menengadah dan berkata kepada Tuhan, ”Oh Tuhan, Kau telah membebaskan hutangku sebesar sepuluh ribu talenta, kini aku pun mau mengampuni setiap orang yang berhutang dan berbuat dosa ter­hadapku, dan mengampuni pula orang yang kelak berbuat dosa terhadapku. Dosaku yang besar itu telah Kauampuni, maka aku pun mau belajar menurut te­ladan-Mu, aku juga mau mengampuni orang lain.” Kita harap tidak seorang pun di antara kita yang jatuh ke dalam tangan ganjaran Allah. Hendaklah kita dapat mengampuni saudara kita dengan segenap hati kita, sama seperti Allah telah mengampuni kita dengan segenap hati-Nya.

Jika kita hanya mengampuni saudara saja, itu masih tidak cukup. Kita masih perlu memulihkan dia, barulah sesuai dengan permintaan Matius 18:15-20 terhadap kita. Di antara anak-anak Allah sering terjadi seorang saudara berbuat dosa terhadap yang lain. Jika ada seorang saudara berbuat dosa terhadap Anda, apakah yang harus Anda perbuat? Firman Tuhan: “Tegurlah dia di bawah empat mata.” Kita perlu mempraktekkan prinsip ini dengan baik di hadapan Allah. Sewaktu Anda menegurnya, sikap Anda harus wajar, motivasi Anda harus benar, dan tujuan Anda tidak lain ialah untuk mendapatkan kembali saudara Anda itu. Pertama, roh Anda harus benar, kemudian perkataan Anda, cara mengatakannya, sikap, air muka, suara, dan nada suara Anda, semua harus benar. Tujuan Anda bukan hanya menghendaki ia menyadari kesalahannya, tetapi juga ingin mendapatkannya kembali.

Jika Anda telah menegur dan menasihati saudara yang bersalah itu menurut prinsip di bawah empat mata namun ia tidak mau mendengarkan, Anda boleh membawa orang lain. Tentu, seorang atau dua orang itu haruslah orang yang berpengalaman dalam Tuhan, dan yang berbobot dalam kerohanian. Namun jika ia tetap tidak mau mendengarkan juga, barulah sampaikan persoalannya kepada gereja, yakni menyampaikan persoalannya kepada para penatua gereja. Bagaimana jika ia tidak mau juga mendengarkan gereja? Karena ia tidak mau membereskan masalahnya itu, maka gereja memandang seperti orang yang tidak mengenal Allah atau pemungut cukai, dan tidak ber­sekutu dengannya. Namun tujuan perlakuan yang demikian ini bukan untuk menyingkirkan saudara itu dari gereja, melainkan untuk me­mulihkan dia. Semoga Allah memberi karunia kepada kita, agar kita menjadi seorang yang berkasih karunia seperti Tuhan. Jika ada saudara berbuat dosa terhadap kita, ampunilah dia dengan segenap hati. Bahkan pulihkanlah dia menurut kewajiban Anda dan menurut firman Tuhan. Semoga Allah memimpin kita, agar dalam gereja kita dapat menyatakan penghidupan yang sedemikian.

Pertanyaan:

  1. Seberapa besar seharusnya kapasitas hati kita untuk mengampuni kesalahan orang lain?
  2. Apa maksudnya memperlakukan orang dengan kasih karunia?
  3. Apa yang akan menimpa kita jika kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain?
  4. Bagaimana caranya memulihkan saudara yang bersalah? Hal-hal apa saja yang harus kita perhatikan dengan seksama?

Referensi: Pengampunan dan Pemulihan, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil

MINTA MAAF DAN GANTI RUGI

Pembacaan Alkitab: Im. 6:1-7; Mat. 5:25

Setelah kita percaya Tuhan, kita harus mempunyai kebiasaan “minta maaf dan ganti rugi”. Kalau kita ber­salah kepada seseorang atau telah merugikan sese­orang, kita harus belajar meminta maaf dan memberi­kan ganti rugi. Di satu pihak, kita harus mengaku dosa di hadapan Allah, di pihak lain, kita juga harus meminta maaf dan memberikan ganti rugi di hadapan manusia. Jika kita tidak berbuat demikian, hati nurani kita di hadapan Allah mudah sekali menjadi keras. Hati nurani yang keras akan menimbulkan satu kesukaran yang mendasar, yakni terang Allah sangat sukar menyinari diri kita. Karena itu, kita harus mempunyai kebiasaan “minta maaf dan ganti rugi” agar kita memiliki satu hati nurani yang peka di hadapan Allah.

Jika Anda hanya berdosa kepada Allah tanpa bersangkutan dengan orang lain, Anda tidak perlu minta maaf kepada orang. Kita tidak menginginkan orang melakukan perkara yang melampaui batas. Saudara saudari yang mana pun, bila ia berbuat dosa hanya terhadap Allah, tidak bersangkutan dengan orang lain, ia cukup mengaku dosa kepada Allah saja, sama sekali tidak perlu minta maaf kepada manusia. Ini adalah satu prinsip yang wajib kita perhatikan.

Sebagai anak-anak Allah, perbuatan kita harus sesuai dengan martabat kita; dalam hal mengaku dosa juga harus demikian. Cara mengaku dosa yang mirip dengan orang membuat perhitungan itu sama sekali bukan yang dimiliki anak-anak Allah. Anak-anak Allah harus mengaku dosa dengan rela hati dan dengan di­tambah seperlima. Ketika kita minta maaf atau memberikan ganti rugi dengan ditambah seperlima, hal ini ada kebaikannya, yaitu supaya kita sadar bahwa berdosa kepada orang adalah perkara yang merugikan, sehingga lain kali kita tidak mengulanginya.

Sekarang kita meninjau ayat dalam Matius 5. Ketika Anda mempersembahkan persembahan di atas mezbah, dan teringat ada saudara yang menaruh dendam terhadap Anda, bahkan mengeluh karena Anda, maka lebih baik Anda jangan mempersembahkan persembahan itu. Memang Anda wajib mempersembah­kan persembahan kepada Allah, tetapi Anda harus “ber­damai dulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk memper­sembahkan persembahanmu itu.” Persembahan Anda me­mang dikehendaki Allah, tetapi Anda harus berdamai dulu dengan orang lain. Kalau tidak, Anda tidak dapat memper­sembahkan persembahan di hadapan Allah.

Tuhan berkata, jika Anda memperlakukan seorang saudara dengan curang, se­hingga ia merasa tidak terima di hadapan Allah, ia akan seperti pendakwa dan lawan yang mendakwa Anda. Segeralah berdamai “… selama engkau bersama-sama dengan dia (lawanmu) di tengah jalan.” Hari ini kita semua masih berada di tengah jalan, ia masih hidup, Anda pun masih hidup; ia dan Anda bersama-sama ada di sini. Ia di tengah jalan, Anda pun di tengah jalan. Segeralah berdamai dengannya. Sebab mudah sekali tiba harinya, Anda tidak di sini, tidak ada di tengah jalan, atau ia tidak ada di sini, tidak ada di tengah jalan. Tidak ada seorang pun yang tahu, siapa yang akan pergi dulu. Tetapi waktu itu Anda sudah terlambat. Maka, ketika ia dan Anda masih di tengah jalan, sama-sama masih berada di sini, masih ada kesempatan untuk menjelas­kan, masih ada kesempatan untuk mengaku dosa, segeralah berdamai dengannya.

Di sini Tuhan bukan mengajar kita bagaimana kelak kita menerima hukuman, dilemparkan ke dalam penjara, dan bagaimana caranya keluar; semua itu bukanlah yang diperhatikan oleh Tuhan. Yang diper­hatikan oleh Tuhan ialah keharusan kita untuk ber­damai pada hari ini. Hari ini juga kita harus melunasi hutang kita, jangan menunggu sampai kelak. Lakukan­lah mumpung masih di tengah jalan. Jangan hari ini tidak dilakukan, tetapi mengharap melakukannya kelak. Tuhan justru ingin menunjukkan kepada kita, jika kita menundanya hingga kelak, itu tidak akan menguntung­kan kita, bahkan sangat merugikan.

Anak-anak Allah harus dengan seksama belajar da­lam hal ini: Merugikan benda material, harus mengganti rugi; berdosa kepada orang lain, harus minta maaf. Segera mengganti rugi dan segera minta maaf. Jangan sampai saudara saudari menaruh dendam terhadap kita; kecuali hati nurani sangat bersih dan kesalahan tidak ada pada pihak kita. Tetapi kalau kita yang bersalah, wajiblah mengaku. Janganlah ada perbuatan yang bisa dicela orang lain. Demikian, hati nurani kita akan menjadi kuat. Setelah hati nurani kita kuat, barulah kita dapat beroleh kemajuan di dalam jalan kerohanian kita.

Pertanyaan:

  1. Apa pentingnya kita meminta maaf dan mengganti rugi?
  2. Sebagai anak-anak Allah, perbuatan kita harus sesuai dengan martabat kita. Apa maksudnya?
  3. Mengapa kita harus segera berdamai dengan saudara kita?
  4. Mengapa kita harus menjaga hati nurani kita bebas dari segala tuduhan?

Referensi: Minta Maaf dan Ganti Rugi, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil

JIKA SEORANG BERBUAT DOSA

Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 1:9; 2:1-2; Yoh. 5:14; Rm. 6:1-2

Setelah kita beroleh selamat, tidak seharusnya kita berbuat dosa lagi. Injil Yohanes 5 mencatat kisah Tuhan Yesus menyembuhkan seorang yang sakit selama 38 tahun di tepi kolam Betesda. Ketika Tuhan bertemu lagi dengan dia dalam bait Allah, Tuhan berkata kepadanya, ”Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya jangan terjadi yang lebih buruk lagi padamu.” Injil Yohanes 8 mencatat kisah Tuhan Yesus mengampuni seorang pe­rempuan yang berzina. Saat itu juga Tuhan berkata kepadanya, ”pergilah, dan mulai sekarang, ”jangan berbuat dosa lagi.” Jadi, setelah kita beroleh selamat, Tuhan se­gera memberi satu perintah kepada kita: ”Jangan ber­buat dosa lagi!” Sebagai orang yang telah diselamat­kan, kita sekali-kali tidak boleh tetap hidup di dalam dosa.

Orang Kristen tidak seharusnya berbuat dosa, dan sama sekali tidak boleh tetap hidup di dalam dosa. Lalu, bisakah orang Kristen tidak berbuat dosa? Bisa! Orang Kristen bisa tidak berbuat dosa, karena di dalam orang Kristen ada hayat Allah. Hayat ini tidak bisa berbuat dosa, dan juga tidak bisa mentolelir dosa sedikit pun. Hayat ini kudus, sebagaimana Allah adalah kudus. Hayat ini dalam batin kita memberi kita perasaan yang luar biasa pekanya terhadap dosa. Bila kita hidup menuruti perasaan hayat ini, atau bila kita hidup dalam hayat ini, niscaya kita bisa tidak berbuat dosa. Tetapi, kita orang Kristen mungkin berbuat dosa, sebab kita masih berada di dalam daging. Bila kita ti­dak hidup menurut Roh Kudus, tidak hidup di dalam hayat, di mana dan kapan saja ada kemungkinan bagi kita untuk berbuat dosa.

Setelah seseorang beroleh selamat, jika ia malang berbuat dosa lagi, apakah ia akan binasa? Tidak! Tuhan pernah berjanji, ”Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku” (Yoh. 10:28). Dengan kata lain, begitu seseorang beroleh selamat, ia akan selamat sampai selama-lamanya. Ini merupakan satu perkara yang mutlak te­guh dan dapat diandalkan.

Jika setelah beroleh selamat lalu berbuat dosa lagi, ada dua akibat yang mengerikan: Pertama, akan menderita susah pada zaman se­karang. Misalkan Anda melakukan suatu dosa, bila Anda bertobat dan mengaku dosa, walaupun Allah mau mengampuni Anda, darah Tuhan pun dapat menyucikan Anda, tetapi akibat dosa itu tidak mungkin Anda hindari. Kedua, akan menerima ganjaran di zaman yang akan datang. Bila orang Kristen berbuat dosa lagi dan tidak menanggulanginya pada zaman ini, pada zaman kelak tetap harus menanggulanginya (Mat. 16:27; 2 Kor. 5:10). Selain kedua akibat yang mengerikan itu, masih ada satu akibat lagi yang terjadi segera pada saat itu juga, yaitu persekutuannya dengan Allah terputus. Oleh sebab itu janganlah mengumbar tingkah-laku kita, dan jangan sekali-kali membiarkan dosa berkedudukan di atas diri kita.

Tetapi apa yang harus diperbuat, ”jika ada orang berbuat dosa”? Bagaimanakah agar ia dapat kembali ke ha­dirat Allah? Bagaimanakah agar ia dapat memulihkan persekutuannya dengan Allah? Satu Yohanes 1:9 memberitahu kita, ”Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Kata ”kita” di sini ditujukan kepada ”orang yang percaya”, bukan orang dosa. Jika seorang ber­iman berbuat dosa, ia harus mengaku dosa, baru dapat menerima pengampunan dosa. Jika kita mengaku dosa kita, maka ”Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”

Satu Yohanes 2:1 mengatakan, ”Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa . . .” Kalimat berikutnya mengatakan, ”Namun jika se­orang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara ke­pada Bapa, yaitu Yesus Kristus yang adil.” Kita telah beroleh se­lamat, kita adalah salah satu di antara sekian banyak anak-anak Allah. Kepada Bapa, kita mempunyai satu pengantara, yaitu Yesus Kristus yang adil. ”Dialah pen­damaian untuk segala dosa kita.” Karena Tuhan Yesus mati, dan karena Tuhan Yesus menjadi pendamaian kita, Ia patut menjadi Pengantara kita kepada Bapa. Kata-kata ini ditujukan kepada orang Kristen.

Semoga Allah membelaskasihani dan memelihara kita, agar kita berada dalam persekutuan dengan Allah tanpa berkeputusan dan dapat maju terus ke depan!

Pertanyaan:

  1. Apakah pesan Tuhan kepada orang yang sudah diampuni dosa-dosanya?
  2. Mungkinkah seorang yang sudah beroleh selamat tidak hidup dalam dosa lagi?
  3. Jika seorang Kristen berbuat dosa, apa yang harus ia lakukan?
  4. Bagaimana pemahaman Anda terhadap 1 Yohanes 1:9?

Referensi: Jika Seorang Berbuat Dosa, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil

KESELAMATAN SEISI KELUARGA

Pembacaan Alkitab: Kis. 2:39; 16:31

Setiap benda mempunyai satuan, dan satuan keselamatan ialah keluarga. Janji keselamatan yang Allah berikan kepada kita adalah satuan keluarga, bukan perorangan. Ketika Alkitab membicarakan hidup yang kekal, satuannya adalah perorangan bukan keluarga. Tetapi, keselamatan dikaruniakan keluarga demi keluar­ga; satuannya sungguh-sungguh adalah keluarga.

Kita mempunyai satu harapan, yakni semoga anak-anak yang lahir di tengah-tengah kita, jangan sampai kita membuang waktu di kemudian hari untuk menye­lamatkan dan menolong mereka dari dunia. Banyak orang yang secara jasmani terlahir dalam keluarga kita, secara rohani pun seharusnya terlahir dalam keluarga kita. Janganlah kita setahun demi setahun kehilangan mereka, lalu setahun demi setahun menyelamatkan me­reka lagi. Kita jangan hanya melahirkan mereka ke da­lam dunia, kita pun harus membawa mereka ke ha­dapan Tuhan. Jika saudara saudari dapat melihat jalan ini dengan tepat, maka berapa banyaknya anak yang kita miliki, sebanyak itu pula orang yang beroleh selamat. Tuhan telah menyerahkan mereka ke dalam tangan kita; bila mereka tidak beroleh selamat, kita tidak dapat mem­biar­kan mereka keluar. Kalau kita harus menyelamatkan mereka lagi dari luar, banyak waktu yang akan kita habiskan. Dapat tidaknya generasi kedua gereja berlangsung terus, tergantung pada apakah anak-anak yang kita lahirkan menjadi milik Tuhan atau tidak.

Ada tidaknya jalan bagi gereja generasi berikutnya di belakang kita, tergantung ada tidaknya kita mem­bawa anak-anak yang lahir di antara kita sendiri ke hadapan Tuhan. Kalau anak-anak yang kita lahirkan hi­lang semua, mungkin tak lama lagi lenyaplah semua ge­nerasi kedua kita itu. Sebaliknya, jika generasi demi generasi, anak-anak yang lahir di antara kita itu dapat berdiri dengan teguh, kemudian ditambah lagi dengan orang dari luar, tentu jumlah kita akan bertambah, dan gereja pun akan menjadi kuat. Janganlah lahir satu hilang satu; melainkan lahir satu, dilahirkan kembali pun satu, demikian baru benar.

Dalam Alkitab ada satu prinsip yang mendasar, yaitu satuan keselamatan Allah ialah keluarga demi ke­luarga. Berikut ini kita akan melihat beberapa bukti: (1) Keluarga Nuh – seisi keluarga masuk ke dalam bahtera – Kej. 7:1; 1 Ptr. 3:20, (2) Seisi keluarga Abraham menerima sunat – Kej. 17:12-13, (3) Seekor anak domba paskah untuk seisi rumah – Kej. 12:3, 7, (4) Sekeluarga beroleh jabatan imam – Bil. 18:1, 11, (5) Seisi keluarga beroleh selamat – Yos. 2:19; 6:17, (6) Seisi keluarga mendapatkan berkat – 2 Sam. 6:11, (7) Seisi keluarga bersukacita – Ul. 12:7; 14:26, (8) Zakheus dan seisi keluarga – Luk. 19:9, (9) Pegawai istana dan keluarganya – Yoh. 4:53, (10) Kornelius dan keluarganya – Kis. 10:2; 11:14, (11) Lidia dan keluarganya – Kis. 16:15, (12) Kepala penjara di Filipi dan keluarganya – Kis. 16:31-34, (13) Krispus dan keluarganya – Kis. 18:8, (14) Janji Pentakosta adalah untuk kamu beserta anak-anakmu – Kis. 2:39, (15) Damai sejahtera bagi rumah ini – Luk. 10:5-6, (16) Keluarga Stefanus – 1 Kor. 1:16, (17) Keluarga Onesiforus – 2 Tim. 4:19; 1:16.

Kita berharap, ketika gereja memberitakan Injil, selalu menyelamatkan sekeluarga demi sekeluarga. Dan target pekerja-pekerja dalam menginjil juga sekeluarga demi sekeluarga. Jika Anda ingin sekeluarga, niscaya Anda akan beroleh sekeluarga; jika Anda ingin seorang, Anda pun hanya beroleh seorang. Allah menggenapkan segala perkara menurut iman manusia.

Dalam Alkitab hampir semua orang yang bertanggung jawab adalah kepala keluarga. Maka, sebagai kepala keluarga, kita harus khusus bertanggung jawab di hadapan Allah dalam hal membawa keluarga kita sendiri kepada Tuhan serta melayani Tuhan. Kepala keluarga harus dapat memastikan bagi keluarganya sendiri. Sekalipun ada anak-anak yang tidak percaya, Anda tetap harus mengumumkan bahwa keluarga Anda ingin percaya kepada Tuhan. Anda boleh menghafalkan Yosua 24:15 dan berkata di hadapan Allah bersama keluarga Anda, ”Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!”

Keselamatan keluarga adalah satu prinsip yang pa­ling besar. Anda seorang beroleh selamat, keluarga Anda pun beroleh selamat. Dalam hal ini Anda sendiri harus berdiri teguh di hadapan Allah, kemudian Anda akan nampak keluarga Anda berubah di hadapan Allah. Marilah kita perhatikan masalah ini, karena hal inilah yang paling diberkati Tuhan. Dengan berbuat demikian, semoga lebih banyak orang yang akan kita bawa ke hadapan Tuhan.

Pertanyaan:

  1. Mengapa perihal keselamatan seisi keluarga itu sangat penting?
  2. Berikan beberapa contoh dalam Alkitab tentang keselamatan seisi keluarga.
  3. Bagaimana agar janji Allah tentang keselamatan seisi keluarga ini dapat tergenapi di atas keluarga kita?

Referensi: Keselamatan Seisi Keluarga, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil

MEMIMPIN ORANG KEPADA TUHAN

Pembacaan Alkitab: 1 Tim. 2:1, 3-4; Rm. 1:16; 10:14; Mrk. 16:15

Seorang yang te­lah percaya Tuhan harus bersaksi bagi Tuhan, juga bisa memimpin orang kepada Tuhan. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan dan dipelajari. Pertama ialah datang ke hadapan Allah untuk orang; kedua ialah datang ke hadapan orang untuk Allah.

Continue reading MEMIMPIN ORANG KEPADA TUHAN

BERSAKSI

Pembacaan Alkitab: Kis. 22:15; 9:19; Mrk. 5:19b; Yoh. 1:40-45; 1 Yoh. 4:14

MAKNA BERSAKSI

Apakah artinya kesaksian? Dalam Kisah Para Rasul 22:15 Tuhan menyuruh Ananias memberitahu Saulus, ”Sebab Engkau harus menjadi saksi-Nya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan yang kaudengar.” Jadi, dasar kesaksian ialah apa yang kita lihat dan apa yang ki­ta dengar. Anda tidak dapat bersaksi atas perkara yang tidak Anda lihat, Anda juga tidak dapat bersaksi atas perkataan yang tidak Anda dengar. Paulus telah me­lihat dengan matanya sendiri, ia pun telah men­de­ngar de­ngan telinganya sendiri, kemudian Allah menyu­ruhnya bersaksi atas apa yang ia lihat dan yang ia de­ngar itu.

Continue reading BERSAKSI

PEMECAHAN ROTI

Pembacaan Alkitab: Mat. 26:26-28; 1 Kor. 10:16-22; 11:23-32

      Ada satu perjamuan malam yang patut dihadiri oleh setiap anak-anak Allah dalam gereja, yaitu per­jamuan malam yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus pada malam terakhir dalam hidup-Nya di bumi; karena esok harinya Ia disalibkan. Perjamuan itu merupakan perja­muan-Nya yang terakhir di malam terakhir dalam hi­dup-Nya di bumi ini. Setelah Tuhan makan anak domba Paskah bersama murid-murid-Nya, Tuhan segera menetapkan perjamu­an malam-Nya. Di sini Tuhan sengaja memperlihatkan betapa perlunya kita mengambil bagian dalam perjamu­an malam-Nya, seperti halnya orang Yahudi memakan anak domba Paskah mereka.

Continue reading PEMECAHAN ROTI

PUJI-PUJIAN

 

Pembacaan Alkitab: Mzm. 22:4; 146:2; Ibr. 13:15; Mzm. 106:47, 12; 50:23

Memuji adalah pekerjaan anak-anak Allah yang tertinggi, atau pernyataan hidup rohani kaum saleh yang tertinggi. Takhta Allah adalah titik tertinggi bagi Allah dalam alam semesta, namun Allah “bertakhta di atas puji-pujian Israel.” Nama Allah, diri Allah, dijun­jung tinggi dan diagungkan karena puji-pujian.

Dalam mazmur, Daud mengatakan bahwa ia sendiri berdoa tiga kali sehari kepada Allah (Mzm. 55:18), ia juga mengatakan bahwa ia sendiri memuji-muji Allah tujuh kali sehari (Mzm. 119:164). Tidak saja demi­kian, ia bahkan memerintahkan orang-orang Lewi menyanyikan syukur dan puji-pujian di hadapan tabut Allah dengan memainkan gambus dan kecapi (1 Taw. 16:4-6). Tatkala Salomo selesai membangun Bait Allah, ada orang-orang Lewi berdiri di sebelah mezbah dengan ceracap, gambus, kecapi, dan nafiri, serentak menyanyikan puji-pujian dan syu­kur kepada Tuhan. Saat itu kemuliaan Tuhan memenuhi rumah Allah (2 Taw. 5:12-14).

Kitab Mazmur tidak saja mazmur puji-pujian, juga memuat mazmur penderi­taan. Allah sengaja menunjukkan kepada kita bahwa orang yang memuji itu telah dipimpin Allah melewati kesesakan dan kesulitan yang membuat perasaan mereka terluka. Kita nampak banyak orang saleh di­pimpin Allah memasuki jurang yang gelap, terbuang, terfitnah, dan teraniaya — “Segala gelora dan gelombang-Mu bergulung melingkupi aku” (Mzm. 42:8), namun di atas diri mereka Allah beroleh puji-pujian. Jadi, kata-kata puji-pujian bukan hanya keluar dari mulut mereka yang hidupnya enak dan lancar, lebih-lebih dari mereka yang menderita ganjaran dan ujian. Ketika umat Allah mengalami banyak ke­sesakan, kesukaran, dan fitnahan, saat itulah Allah men­ciptakan puji-pujian di atas diri mereka, agar dalam situasi seperti itu mereka dapat bel­ajar menjadi pemuji-pemuji Allah.

Sifat puji-pujian di hadapan Allah ialah sebagai suatu kurban. Ibrani 13:15 mengatakan, “Sebab itu, marilah kita, melalui Dia, senantiasa mempersembahkan kurban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang me­muliakan nama-Nya.” Apa artinya kurban? Kurban berarti ada kematian dan kerugian. Orang yang mempersem­bahkan kurban harus menderita kerugian baru ia dapat mempersembahkan kurban. Allah ber­kenan kepada orang yang memuji-Nya sedemikian; Allah suka bertakhta di atas puji-pujian yang sedemikian. Bagai­manakah puji-pujian yang ingin diperoleh Allah? Ia ingin beroleh puji-pujian melalui penderitaan kerugian anak-anak-Nya, bukan karena mereka telah mendapatkan sesuatu. Prinsip kurban ialah ber­dasarkan kerugian. Allah menghendaki meskipun kita menderita kerugian, namun tetap dapat memuji. Itulah artinya kurban.

Kita tidak saja harus menyadari bahwa puji-pujian itu suatu kurban, kita pun harus menyadari bahwa puji-pujian merupakan cara untuk beroleh kemenangan da­lam peperangan rohani. Sebenarnya yang paling diganggu Iblis bukan­lah doa, melainkan puji-pujian. Iblis sering mempersulit Anda, sehingga Anda me­rasa tidak mudah untuk berdoa, ini memang satu fakta. Akan tetapi, Iblis tidak saja mengganggu doa, ia lebih-lebih mengganggu puji-pujian dari anak-anak Allah. Yang paling diharapkan Iblis ialah puji-pujian kita ter­sumbat. Kalau berdoa sering kali merupakan peperang­an, maka memuji adalah kemenangan. Berdoa adalah peperangan rohani, sedangkan memuji adalah meme­gahkan kemenangan rohani. Kapan kala kita bisa me­muji, pada waktu itu pula Iblis pasti lari. Sebab itu puji-pujian paling dibenci Iblis. Tetapi bila anak-anak Allah semakin mengenal Allah, mereka akan semakin nampak bahwa penjara Filipi pun bisa menjadi tempat untuk memuji (Kis. 16:25). Paulus dan Silas memuji-muji Allah dalam penjara itu, akhirnya pintu-pintu penjara terbuka semuanya.

Puji-pujian mengandung satu elemen, yakni percaya. Anda tidak dapat memuji tanpa alasan, Anda tidak dapat sembarangan mengatakan, “Aku bersyukur dan memuji kepada Tuhan.” Anda ha­rus percaya dulu, baru Anda dapat memuji. Bila ada kesulitan, Anda berdoa; bila ada dukacita, Anda ber­doa. Berdoa sampai sedemikian rupa, hati Anda bisa percaya, setelah itu Anda harus segera membuka mulut memuji. Jika Anda memuji Dia karena percaya, niscaya Anda nampak mu­suh akan lari dengan kekalahan. Percaya dulu, baru da­pat memuji. Dan harus percaya dan memuji dulu, kemudian baru ada kemenangan.

Jika Anda di hadapan Tuhan dapat me­muji, setiap perasaan luka akan berubah menjadi pera­saan puji-pujian. Roh Anda bisa membubung sangat tinggi, dan Anda bisa berkata di hadapan Allah, “Puji syukur kepada-Mu, ya Allah. Apa yang Kau perbuat ti­dak salah.” Jalan yang sedemikianlah yang patut Anda tempuh di hadapan Tuhan. Tidak ada satu perkara yang bisa mem­buat orang menjadi manis dan matang seperti halnya kurban puji-pujian. Hendaklah kita belajar tidak hanya menerima pengaturan Roh Kudus, tetapi juga memuji pengaturan Roh Kudus; tidak hanya menerima tangan Tuhan, tetapi juga menyanyikan dan memuji tangan Tuhan; tidak hanya menerima pukulan-pukulan Tuhan, tetapi juga menerimanya dengan rela dan suka hati. Ka­lau demikian, terbukalah di sana satu pintu yang lurus dan mulia bagi Anda.

Pertanyaan :

  1. Menurut Alkitab, apa saja keistimewaan puji-pujian ?
  2. Dalam hal memuji Tuhan, teladan apa yang bisa kita petik dari Daud, Paulus, dan Silas?
  3. Apa yang dimaksud dengan mazmur penderitaan? Jelaskan.
  4. Apa yang dimaksud dengan mempersembahkan korban syukur?
  5. Apa kaitan antara memuji dengan percaya atas pengaturan Allah?

Referensi: Puji-Pujian, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil

MENYANYI

Pembacaan Alkitab: Mzm. 104:33; Ef. 5:19; Mat. 26:30; Kis. 16:25

                 Setelah seseorang percaya Tuhan, ia perlu belajar menyanyi. Dalam Alkitab bukan hanya ada nubuat, sejarah, ajaran, dan perintah, tetapi juga ada nyanyian. Nyanyian merupakan pengutaraan yang paling lembut dan halus dari perasaan manusia. Allah menghendaki kita memiliki perasaan yang halus dan lembut, sebab itu di dalam Alkitab Allah memberi kita berbagai nyanyian, antara lain Kitab Mazmur, Kidung Agung, dan Ratapan.

              Setiap nyanyian yang memenuhi syarat tentu memiliki tiga unsur. Jika kekurangan salah satu dari ketiga unsur tersebut itu bukanlah nyanyian yang baik.

                Pertama, harus memiliki dasar kebenaran. Nyanyian yang sesuai dengan unsur lainnya, keliru dalam kebenarannya. Jika menyuruh anak-anak Allah menyanyikan nyanyian yang demikian, itu berarti menaruh mereka ke dalam kekeliruan, dan menyuruh mereka datang ke hadirat Allah dengan kekeliruan, itu tidaklah layak. Jika di dalam nyanyian terdapat kekeliruan kebenaran, hal itu membuat mereka tidak lebih dari menipu dirinya sendiri, sehingga mustahil menjamah realitas. Kita hanya bisa menghadap Allah di dalam kebenaran, baru bisa menjamah realitas.

               Kedua, nyanyian harus pula memiliki bentuk dan konstruksi nyanyian. Misalnya, nyanyian yang dimuat di dalam Mazmur, semuanya mempunyai cita rasa nyanyian, bukan cita rasa khotbah atau pendalaman Alkitab. Susunan dan pengutaraan dalam setiap nyanyian adalah sangat lembut, sambil mencurahkan maksud Allah ke dalam kalimat-kalimat pemazmur.

                Ketiga, sebuah nyanyian juga harus memiliki kontak rohani, yaitu harus dapat menjamah realitas rohani. Dengan kata lain, kalau sebuah nyanyian itu menangis, haruslah menangis; kalau senang, haruslah senang. Ketika ia mencurahkan sesuatu, haruslah membuat kita merasakan sesuatu itu. Perasaan nyanyian seharusnya riil dan menjamah realitas rohani.

                Sebuah nyanyian harus tepat dalam kebenaran, mempunyai konstruksi nyanyian, dan bisa membuat penyanyinya menjamah realitas rohani, menjamah apa yang terkandung di dalam syair-syairnya. Ketiga syarat itu harus lengkap terpenuhi, barulah dapat disebut nyanyian yang bagus.

                Nyanyian dapat kita bagi menjadi empat kategori. Kategori pertama, nafiri Injil, dikhususkan bagi penginjilan, meliputi perasaan dosa, kedudukan orang dosa, kasih sayang Allah, kebenaran dan keadilan Allah, penebusan salib, bertobat, percaya . . . dan sebagainya. Kategori kedua, puji-pujian. Sejak kita beroleh selamat, di dalam kita sudah ada sukacita yang berasal dari surga. Maka, di dalam kita pun meluap syukur dan puji yang membubung ke surga. Makin maju kita di perjalanan rohani, makin tambah pula kita mengenal kasih sayang Allah, kebenaran Allah, karunia Allah, kemuliaan Allah, sehingga dengan sendirinya pujian kita tidak putus-putusnya mengalir keluar dari hati dan mulut kita. Nyanyian golongan ini meliputi segala pujian kita terhadap Tuhan dan Allah.

                Kategori ketiga, Kristus sebagai hayat. Tujuan Allah menebus kita tidak lain menghendaki kita memperhidupkan hayat Kristus di dalam hidup kita sehari-hari. Ketika Kristus berada di bumi, melalui tubuh jasmani-Nya, Ia telah memperhidupkan Allah di dalam hidup-Nya. Sejak Ia bangkit dan terangkat ke surga, Tubuh-Nya adalah gereja. Kini melalui gereja, Ia akan memperhidupkan diri-Nya. Kategori keempat, hidup gereja. Ini mencakup kehidupan orang Kristen sehari-hari, termasuk keadaan, pekerjaan, dan urusan sehari-hari. Jenis nyanyian ini meliputi bersidang, pernikahan, perjamuan kasih, rumah tangga, anak-anak, penyakit, dan lain-lain.

                Nyanyian orang Kristen membuat kita memiliki perasaan rohani yang halus. Semoga kita memiliki sedikit pelajaran di hadirat Allah. Bila kita bisa dengan perasaan yang lembut menghampiri Allah, niscaya kita dapat lebih akrab bersekutu dengan Allah. Syukur kepada Allah, karena kelak di alam kekekalan, semua perasaan akan halus lembut. Kita tahu bahwa pujian di surga lebih banyak daripada doa di bumi. Berdoa itu akan berlalu, namun di alam abadi akan penuh puji-pujian. Pada hari itu, semua perasaan akan berubah menjadi halus dan lembut; hari itu adalah hari yang paling manis dan paling menggirangkan.

Pertanyaan:

  1. Mengapa umat Allah perlu menyanyi?
  2. Apa saja kriteria suatu nyanyian yang baik?
  3. Sebutkan beberapa kategori nyanyian?
  4. Apa faedah menyanyi bagi orang Kristen?

Referensi: Menyanyi, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil

HARI TUHAN

Pembacaan Alkitab: Mzm. 118:24; Why. 1:10; Kis. 20:7; 1 Kor. 16:1-2

                 Dalam Perjanjian Lama, Allah memilih satu hari dari antara ketujuh hari, yaitu hari ketujuh, dan menetap­kan­nya sebagai hari Sabat. Dalam Perjanjian Baru, walau­pun hari ketujuh itu telah berlalu, namun prinsip pemilihan satu hari dari antara ketujuh hari itu masih berlaku, hanya saja Perjanjian Baru menetapkan hari lain, bukannya mengganti hari Sabat menjadi Hari Tu­han. Kalau pada masa Perjanjian Lama Allah memilih ha­ri ketujuh dalam seminggu, maka pada masa Perjan­jian Baru Ia memilih hari pertama. Dalam satu minggu, Allah sengaja memilih satu hari, dan hari ini disebut Alkitab ”Hari Tuhan”, seperti yang tercantum dalam Wahyu 1:10.

Menurut Alkitab, ada tiga perkara yang harus khu­sus diperhatikan dalam penggunaan hari Tuhan:

               Pertama, seperti yang tercantum dalam Mazmur 118:24, yaitu setiap anak-anak Allah wajib bersorak-so­rak dan bersukacita pada hari pertama dalam satu ming­gu ini. Tuhan kita telah bangkit dari kematian. Inilah hari yang ditetapkan Allah, maka pada setiap hari ini, kita wajib memelihara satu sikap, yaitu bersorak-sorak dan bersukacita. Hari ini adalah hari kebangkitan Tuhan kita, tiada satu hari yang seperti hari ini. Pada hari pertama dalam satu minggu, Tuhan menyatakan diri-Nya kepada murid-murid; Tuhan berhimpun ber­sa­ma mereka. Tercurahnya Roh Kudus pada hari Penta­kosta, juga terjadi pada hari pertama dalam ketujuh ha­ri. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru, ini sebenarnya ditujukan ke­­­pa­da penyaliban dan kebangkitan Tuhan Yesus. Peno­lak­an orang-orang Yahudi mengacu kepada penolakan tukang-tukang bangunan; kebangkitan Tuhan Yesus mem­buat diri-Nya menjadi batu penjuru. Inilah hari yang ditetapkan Allah, maka kita wajib bersorak-sorak dan bersukacita di hari tersebut.

                Kedua, Kisah Para Rasul 20:7 mengatakan, ”Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti . . .” Menurut bahasa asli­nya, istilah ”hari pertama dalam minggu itu” tidaklah terbatas pada hari pertama dalam ketujuh hari tertentu, melainkan setiap hari pertama dalam ketujuh hari; dan pada setiap hari inilah mereka berkumpul untuk meme­cah-mecahkan roti memperingati Tuhan. Inilah perkara yang dilakukan dengan spontan oleh semua gereja pada masa itu. Ya, hari manakah yang lebih indah daripada hari pertama dalam ketujuh hari ini? Hari pertama dalam satu minggu adalah hari kebangkitan Tuhan dari kematian; hari ini adalah hari perjumpaan kita dengan Tuhan. Ada satu perkara yang wajib kita lakukan pada hari ini, yaitu memperingati Tuhan. Inilah hari yang dipilih Tuhan. Kita wajib terlebih dulu datang ke ha­dapan Tuhan pada hari pertama dalam satu minggu. Ha­ri Tuhan ialah hari pertama dalam satu minggu (hari Senin adalah hari kedua dalam satu minggu); pada hari ini, kita wajib berjumpa dengan Tuhan.

                Ketiga, dalam 1 Korintus 16:1-2 dikatakan, ”Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu melakukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan ke­pada jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing — sesuai de­ngan apa yang kamu peroleh — menyisihkan sesuatu dan menyimpannya, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan pada saat aku datang.” Di sini kita nampak per­kara ketiga, yang wajib dilakukan pada hari pertama dalam tiap minggu. Paulus meminta gereja-gereja di Ga­­latia melakukan demikian, ia juga meminta gereja di Ko­­rintus melakukan hal yang sama. Ini menjelaskan ke­pada kita bahwa di zaman rasul, hari pertama dalam tiap minggu merupakan hari yang istimewa. Pada hari itu ada pemecahan roti memperingati Tuhan, juga ada pengumpulan uang bagi orang-orang kudus. Pada hari per­tama dalam tiap minggu, setiap orang harus menyisihkan sebagian dari penerimaannya untuk dipersem­bah­kan kepada Tuhan. Inilah perkara yang sangat in­dah. Di satu pihak ada pemecahan roti, di pihak lain ada persembahan. Di satu pihak kita memperingati bagaimana Tuhan mengaruniakan diri-Nya kepada kita, di pihak lain kita memberi persembahan kepada Tuhan. Dengan berbuat demikian, hati Allah akan berkenan. Sejak permulaan kita menjadi orang, kita harus belajar dan melaksanakan memberi­kan persembahan uang pada Hari Tuhan.

Pertanyaan:

  1. Apa bedanya Hari Sabat dengan Hari Tuhan?
  2. Apa yang menjadi dasar penetapan Hari Tuhan?
  3. Apa saja yang harus dilakukan pada Hari Tuhan?
  4. Apa makna Hari Tuhan bagi orang Kristen?

Referensi: Hari Tuhan, Watchman Nee, Yayasan Perpustakaan Injil